Kamis, 25 Agustus 2011

Catatan Kritis Untuk Mahasiswa Baru (Maba)

July 31, 2009 by roziqi
CATATAN KRITIS UNTUK CALON MAHASISWA BARU
Oleh : Masbahur Roziqi
Perhelatan SNMPTN sudah mulai digelar tanggal 1 Juli 2009 ini yang
diikuti oleh beribu-ribu calon mahasiswa di seluruh Indonesia. Mereka
berlomba untuk memerebutkan jatah tempat program studi di
masing-masing universitas yang dikehendaki. Tentunya hal tersebut
tidak akan dengan mudah dapat mengakomodasi keinginan mereka, karena
selain pesertanya lebih banyak, penilaiannyapun sekarang juga lain
dibandingkan dengan tahun-tahun lalu. Alasan pihak penyelenggara sih
cukup klise yaitu agar didapat mahasiswa yang memiliki kemampuan
akademis tinggi sehingga kuliah tidak tersendat atau berhenti di
tengah jalan.
Calon mahasiswa tersebut masih belum mengetahui kehidupan sebagai
seorang mahasiswa seperti apa seharusnya. Mereka hanya tahu sisi luar
dari kehidupan mahasiswa, misalnya kuliahnya tidak usah masuk mulai
pagi sampai siang dan bisa diatur jamnya, pegang uang sendiri,
mengelola uang sendiri, banyak kenalan dari daerah lain, dianggap elit
oleh masyarakat apalagi jika berada di prodi elit, dan anggapan
menyenangkan lainnya. Camaba (calon mahasiswa baru) sangat ingin untuk
secepatnya duduk di PTN dan mendapatkan predikat mahasiswa agar mereka
bisa pulang dengan senyum sumringah tanpa tahu makna dari mahasiswa
itu sendiri.
Inilah kemirisan hidup yang tersisa dari para pelajar Indonesia yang
ingin melanjutkan pendidikan tinggi. Hedonisme dan individualism
mewarnai kehidupan sebagian besar para camaba tersebut. Niat awal
sebagian besar mahasiswa tersebut pasti hanya untuk urusan akademis
dan pergaulan permainan. Pendidikan selama 12 tahun tidak pernah
mengajarkan mereka untuk coba berpikir kritis menyikapi problem bangsa
ini, diantaranya adalah pendidikan. Mereka hanya diajarkan bagaimana
menghapal rumus, menghafal, mencongak, mengerjakan LKS atau
tugas-tugas tekstual, tapi jarang sekali diajarkan mengenai bagaimana
harus berpikir kritis dalam menyerap pengetahuan yang diperoleh dari
sumber belajar, entah guru, internet, buku bacaan, dan sumber belajar
lain. Guru yang seharusnya melatih siswa untuk berpikir secara kritis,
dalam artian selalu mempertanyakan kebenaran dari ilmu yang dijelaskan
guru, malah mencekoki murid dengan catatan-catatan dan tugas yang
menumpuk. Praktek yang tumbuh subur di sekolah ini menunjukkan andil
pendidikan sangat besar dalam menciptakan generasi siswa yang apatis
dan hedonis.
Camaba perlu tahu bahwa kehidupan seorang mahasiswa tidak akan pernah
lepas dari apa yang disebut berpikir kritis terhadap sebuah fenomena
apalagi yang menyangkut kesejahteraan mahasiswa dan bahkan
kesejahteraan rakyat. Mahasiswa akan selalu berbenturan dengan
realitas social yang terdapat di kampus. Kelambanan pelayanan
birokrasi, pembedaan perlakuan mahasiswa jalur nonreguler dan regular
di kampus PTN tertentu, masih terpusatnya pengurusan KRS tanpa bisa
online melalui internet di PTN tertentu, sampai pada tingkatan
pelayanan pegawai yang masih terlihat ketus. Sedangkan pada tataran
masyarakat, banyak sekali permasalahan yang warga miskin alami.
Misalnya saja warga Stren Kali di Surabaya yang terkena penggusuran
oleh pemkot Surabaya, dan sampai saat ini belum ada tanda wakil rakyat
mereka dapat meminta penjelasan dari wali kota karena interpelasi itu
diboikot oleh anggota DPRD Surabaya dari kubu walikota. Fenomena
seperti itulah yang menjadi concern para mahasiswa saat ini. Peran
serta mahasiswa untuk melakukan advokasi terhadap rakyat yang
terdzalimi menjadi kewajiban yang tidak tertulis tapi melekat dalam
hati sanubari seorang mahasiswa yang sejatinya adalah generasi pejuang
rakyat.
Referensi tentang apa yang sejatinya harus dilakukan mahasiswa selain
mendengarkan ocehan dosen di ruang kuliah memang harus diketahui oleh
camaba-camaba saat ini. Organisasi ekstra kampus yang biasanya
memasang jaringannya di setiap kampus harus bisa memasukkan virus
pergerakan dan idealisme mahasiswa pada para camaba tersebut. Bisa
dengan membuat leaflet tentang sejarah pergerakan mahasiswa, bentuk
perjuangan mahasiswa, fenomena kerakyatan atau kemahasiswaan yang
menjadi lahan advokasi aktivis mahasiswa, seperti itulah yang
seharusnya sedari awal sudah diberikan pada calon-calon mahasiswa itu.
Sayangnya lagi-lagi pola hedonism masih mengalahkan kemauan kuat dari
para aktivis mahasiswa untuk menumbuhkan atau sekedar memunculkan
pengetahuan tentang gerakan mahasiswa pada camaba.
Saatnyalah para calon mahasiswa tahu hakikat mahasiswa yang
sebenarnya, tidak hanya sebatas pada mahasiswa sebagai insan akademis
dan pencari kerja, tapi juga pada pengertian mahasiswa sebagai pejuang
rakyat, pejuang gerakan yang harus selalu dinamis dalam berjuang dan
bergerak bersama rakyat. SNMPTN ini dapat menjadi ajang bagi para
aktivis mahasiswa untuk melakukan sosialisasi tentang gerakan
mahasiswa, dan pemunculan wacana lewat selebaran bahwa mahasiswa harus
kembali bersatu dengan rakyat untuk bersinergi memperjuangkan hak-hak
mereka.
Doktrinisasi pendidikan selama 12 tahun memang sangat mengebiri para
camaba tentang sikap kritisisme terhadap segala fenomena kerakyatan
atau masalah mendasar bangsa mengenai kemiskinan atau yang paling
kecil tentang ketidakadilan yang sering dialami camaba tersebut waktu
masih menjadi siswa. Hal inilah yang seharusnya dapat digeser menjadi
paradigm berpikir kritis guna mewujudkan para camaba yang lebih
kritis, dinamis, dan konstruktif dalam bingkai kemahasiswaan. Selamat
datang bagi camaba di dunia pergerakan mahasiswa!
Penulis adalah wakil ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Bimbingan
konseling dan Psikologi Universitas Negeri Malang

(roziqi.wordpress.com)